Selasa, 01 Juni 2010

Evaluasi Pemekaran Daerah

Konsep & Metoda Evaluasi
a. Kerangka Konseptual Evaluasi Pemekaran Daerah

Studi ini akan melakukan evaluasi berdasarkan tujuan pemekaran yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam PP 39/20061, definisi evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standard. Landasan evaluasi pemekaran daerah didasarkan atas tujuan pemekaran daerah itu sendiri, yang tertuang dalam PP 129/2000.
Ada dua hal penting yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu:
• Bagaimana pemerintah melaksanakannya, aspek yang dikaji adalah sejauh mana ‘input’ yang diperoleh pemerintah daerah pemekaran dapat digunakan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, aspek yang dievaluasi adalah keuangan pemerintah daerah dan aparatur pemerintah daerah. Kedua aspek tersebut sangat dominan pengelolaannya oleh pemerintah daerah. Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui enam cara di atas akan sulit direalisasikan tanpa adanya keuangan dan aparatur yang melaksanakannya
• Bagaimana dampaknya di masyarakat setelah pemekaran tersebut berjalan selama lima tahun, melihat kondisi yang langsung diterima oleh daerah dan masyarakat, baik sebagai dampak langsung pemekaran daerah itu sendiri maupun disebabkan karena adanya perubahan sistem pemerintahan daerah. Oleh karena itu evaluasi ‘output’ akan difokuskan kepada aspek kepentingan utama masyarakat dalam mempertahankan hidupnya, yakni sisi ekonomi. Apabila kondisi ekonomi masyarakat semakin membaik, maka secara tidak langsung hal ini berpengaruh kepada akses masyarakat terhadap pelayanan publik, baik pendidikan maupun kesehatan. Di sisi lain, pelayanan publik juga mencerminkan sejauh mana pemerintah daerah mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta kondisi umum daerah itu sendiri.

Hal ini harus dilakukan melalui belanja aparatur maupun belanja modal. Pada akhirnya hal ini akan kembali kepada siklus keuangan daerah melalui penerimaan pajak dan retribusi, juga kembali ke masyarakat melalui pelayanan publik yang diterimanya (Gambar 1).
Untuk memperjelas gambar silakan klik gambar

Untuk melihat perkembangan suatu daerah pemekaran, diperlukan adanya perbandingan kinerja daerah tersebut sebelum dan sesudah pemekaran. Dari hal ini akan terlihat, apakah terjadi perubahan (kemajuan) yang signifikan pada suatu daerah setelah dimekarkan. Pendekatan semacam ini dapat dianggap kurang tepat bila tidak ada pembanding yang setara. Oleh sebab itu dilakukan pula perbandingan antara daerah yang mekar dan daerah yang tidak melakukan pemekaran (prinsip treatment-control). Di samping itu, perbandingan dapat dilakukan antara daerah induk dan DOB sehingga dapat dilihat bagaimana dampak yang terjadi di kedua daerah tersebut setelah pemekaran. Perbandingan juga dilakukan terhadap perkembangan rata-rata daerah kabupaten/kota dalam satu propinsi yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk melihat secara umum kondisi daerah DOB, daerah induk. maupun daerah sekitarnya.
b. Fokus Evaluasi dan Indikator
Setiap aspek yang dievaluasi akan diwakili oleh beberapa indikator dan sebuah indeks. Indeks tersebut pada intinya adalah rata-rata tertimbang dari seluruh indikator pada aspek yang bersangkutan. Untuk menghilangkan dampak dari ‘satuan’, maka indeks akan dihitung berdasarkan nilai masing-masing indikator yang telah distandardisasi. Ada pun indikatornya dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 2.1
Kriteria, Indikator dan Evaluasi Kinerja Program Pemekaran Daerah



Untuk memperjelas tabel silakan klik tabel


2. Metodologi Pemilihan Sampel
Studi ini menggunakan metodologi treatment-control untuk mengevaluasi kinerja dan kondisi daerah otonom baru. Daerah baru hasil pemekaran dianggap sebagai daerah yang mendapatkan perlakuan kebijakan atau treatment. Oleh sebab itu dari awal perlu diidentifikasi daerah ‘sebanding’ lainnya yang tidak dimekarkan (artinya tidak mendapat perlakuan dan kebijakan pemekaran ini),
Adapun proses pemilihan sampel dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. Di tahap awal, Indonesia dibagi ke dalam beberapa wilayah makro (kepulauan besar) yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Maluku & Nusa Tenggara. Dari setiap wilayah makro tersebut dipilih beberapa provinsi. Pemilihan provinsi ditentukan oleh homogenitas ekonomi antar kabupaten dalam provinsi yang sama. Hal ini dilakukan untuk melihat perkembangan kabupaten tersebut setelah pemekaran, dengan asumsi tingkat kesejahteraan yang relatif sama sehingga dapat dilihat perkembangan yang terjadi setelah pemekaran.
b. Dari setiap provinsi terpilih, didaftarkan kabupaten-kabupaten yang mengalami pemekaran daerah. Ini adalah daftar dari kabupaten induk. Dari daftar tersebut dipilih dua atau tiga daerah yang menjadi sampel studi.
c. Pemilihan daerah kontrol ditentukan berdasarkan kedekatan initial endowment dan kultur sosial budaya pada periode sebelum pemekaran. Daerah kontrol adalah kabupaten yang tidak mengalami pemekaran di provinsi yang sama. Melalui proses pemilihan sampel seperti di atas, maka didapatkan daerah sampel studi seperti yang disajikan pada Tabel 2.1 di bawah ini.S


Untuk memperjelas tabel silakan klik tabel

Secara keseluruhan daerah yang masuk dalam sampel studi meliputi empat Wilayah Pulau-Pulau Besar, enam Provinsi dengan 72 Kabupaten/Kota yang di dalamnya terpilih 10 Kabupaten Induk, 10 Kabupaten DOB dan enam daerah kontrol.
Studi ini juga melakukan pendalaman terhadap situasi dan kondisi pemekaran daerah dengan
melakukan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah (focus group discussion -- FGD) di beberapa daerah terpilih. Empat kabupaten yang menjadi lokasi studi kualitatif ini adalah Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Luwu di Propinsi Sulawesi Selatan, serta Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur di Propinsi Lampung. Studi kasus lapangan ini dilakukan di daerah kabupaten pemekaran yang memiliki kondisi ekstrim dalam menjelaskan output analisis kualitatif. Dari studi kasus lapangan ini didapatkan berbagai informasi yang terkait dengan persepsi, verifikasi, dan hal-hal yang berkenaan dengan dimensi sosial budaya. Diskusi mendalam dan FGD ini dilaksanakan dengan narasumber kelompok pemangku jabatan di daerah dan di pusat, yang terdiri dari instansi pemerintah terkait, DPRD, tokoh masyarakat, akademisi atau pakar pemerintahan dan pembangunan daerah.

Kesimpulan
Secara umum terdapat perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal pemekaran daerah. Pemerintah pusat, ketika merumuskan PP 129/2000 berkeinginan untuk mencari daerah otonom baru yang dapat berdiri sendiri dan mandiri. Oleh karenanya disusunlah seperangkat indikator yang pada hakekatnya berupaya mengidentifikasi kemampuan calon daerah otonom baru. Di sisi lain, ternyata pemerintah daerah, demikian pula para elit lokal dan masyarakat awam, memiliki pendapat yang berbeda. Pemerintah daerah melihat pemekaran daerah sebagai upaya untuk secara cepat keluar dari kondisi keterpurukan. Studi ini menyajikan evaluasi terhadap pemekaran kabupaten yang telah berlangsung di Indonesia sejak tahun 2000 sampai dengan 2005. Melalui penerapan metode control-treatment dan pemilihan sampel secara purposive, studi ini telah membandingkan kinerja pembangunan daerah otonom baru, daerah induk, dan daerah kontrol. Empat aspek utama yang menjadi fokus penelitian dalam studi ini adalah (a) perekonomian daerah, (b) keuangan daerah, (c) pelayanan publik, serta (d) aparatur pemerintah daerah.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa daerah-daerah pemekaran yang menjadi cakupan wilayah studi, secara umum memang tidak berada dalam kondisi awal yang lebih baik dibandingkan daerah induk atau daerah kontrol. Namun setelah lima tahun dimekarkan, ternyata kondisi daerah otonom baru (DOB) juga secara umum masih tetap berada di bawah kondisi daerah induk dan daerah kontrol. Pertumbuhan ekonomi daerah otonom baru (DOB) lebih fluktuatif dibandingkan dengan daerah induk yang relatif stabil dan terus meningkat. Memang pertumbuhan ekonomi daerah pemekaran (gabungan DOB dan daerah induk) menjadi lebih tinggi dari daerah-daerah kabupaten lainnya, namun masih lebih rendah dari daerah kontrol. Hal ini berarti, walaupun daerah pemekaran telah melakukan upaya memperbaiki perekonomian, di masa transisi membutuhkan proses, belum semua potensi ekonomi dapat digerakkan. Sebagai leading sector di daerah DOB, sektor pertanian sangat rentan terhadap gejolak harga, baik harga komoditi maupun hal-hal lain yang secara teknis mempengaruhi nilai tambah sektor pertanian. Oleh karena itu, kemajuan perekonomian DOB sangat tergantung pada usaha pemerintah dan masyarakat dalam menggerakkan sektor tersebut. Porsi perekonomian daerah DOB yang lebih kecil dibandingkan daerah lain dalam perekonomian satu wilayah (propinsi) mengindikasikan, bahwa secara relatif daerah DOB belum memiliki peran dalam pengembangan perekonomian regional.
Meskipun terjadi pengurangan kemiskinan di seluruh daerah, terlihat bahwa pemekaran mendorong pelepasan penduduk miskin dari daerah induk ke DOB. Data menunjukkan bahwa penduduk miskin justru jadi terkonsentrasi di DOB. Dalam konteks yang lebih luas, peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah DOB belum dapat mengejar ketertinggalannya dari daerah induk, meski kesejahteraan DOB telah relatif sama dengan daerah-daerah kabupaten lainnya. Lebih dari itu, indikator pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan bahwa daerah pemekaran (daerah baru dan daerah induk) memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari rata-rata daerah secara keseluruhan dan daerah kontrol. Dari sisi ekonomi, penyebab ketertinggalan daerah DOB dari daerah induk maupun daerah lainnya adalah keterbatasan sumber daya alam, juga keterbatasan sumber daya manusia (penduduk miskin cukup banyak), dan belum maksimalnya dukungan pemerintah dalam menggerakkan perekonomian melalui investasi publik.
Masalah-masalah yang dihadapi pada aspek ekonomi cukup beragam dan belum kondusif dalam menggerakkan investasi, pola belanja aparatur, dan pembangunan yang belum sepenuhnya mendukung perekonomian lokal karena masalah tempat tinggal aparatur, pemilihan ibukota kabupaten yang belum dapat menciptakan pusat perekonomian di DOB, keterbatasan berbagai infrastruktur penunjang ekonomi maupun penunjang pusat fasilitas pemerintahan. Secara umum kinerja keuangan daerah otonom baru (DOB) lebih rendah dibandingkan daerah induk. Selama lima tahun kinerja keuangan DOB cenderung konstan, sementara kinerja keuangan daerah induk cenderung meningkat. DOB memiliki ketergantungan fiskal yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah induk, dengan kesenjangan yang semakin melebar. Pemekaran juga mendorong ketergantungan yang lebih besar di daerah pemekaran dibandingkan dengan daerah kontrol maupun kabupaten lain pada umumnya.
Optimalisasi sumber-sumber PAD di daerah DOB relatif lebih rendah dibandingkan daerah induk. Sementara itu, jika dibandingkan dengan daerah kontrol maupun rata-rata daerah, optimalisasi PAD di daerah pemekaran relatif lebih rendah walaupun perbedaannya cukup rendah. Dapat dikatakan bahwa sumbersumber ekonomi yang juga menjadi sumber-sumber PAD di daerah kontrol atau kabupaten lainnya pada umumnya sudah dalam kondisi mantap (steady state). Sebagai daerah baru, DOB memiliki fokus yang relatif lebih besar dibandingkan daerah induk dalam hal belanja-belanja yang bersifat investasi daripada konsumtif. Karena itu pula, kontribusi belanja pemerintah terhadap PDRB juga lebih besar di DOB dibandingkan daerah induk, namun di bawah daerah kontrol. Peran anggaran pemerintah daerah pemekaran dalam mendorong perekonomian relatif kurang optimal dibandingkan daerah kontrol, walaupun secara keseluruhan masih di atas rata-rata kabupaten pada umumnya.
Secara umum kinerja pelayanan publik di DOB masih di bawah daerah induk, walaupun kesenjangannya relatif kecil. Kinerja pelayanan publik di DOB plus daerah induk secara umum masih berada di bawah kinerja pelayanan publik di daerah kontrol maupun rata-rata kabupaten. Selama lima tahun terakhir, di semua kategori daerah terlihat kinerja pelayanan publik yang cenderung menurun. Masalah yang dihadapi dalam pelayanan publik ialah (i) tidak efektifnya penggunaan dana, terkait dengan kebutuhan dana yang tidak seimbang dengan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang relatif sama, (ii) ketersediaan tenaga pelayanan pada masyarakat karena perkembangan ekonomi dan fasilitas yang terbatas, dan (iii) masih terbatasnya pemanfaatan layanan publik publik yang diberikan. Pertumbuhan guru untuk pendidikan dasar di daerah DOB lebih tinggi dibandingkan daerah induk maupun daerah kontrol, meskipun masih lebih rendah dibandingkan rata-rata kabupaten. Di sisi lain, daya tampung sekolah mengalami kecenderungan menurun. Penurunan di DOB lebih cepat dibandingkan di daerah induk.
Ketersediaan fasilitas kesehatan di daerah DOB dalam perkembangannya tidak jauh berbeda dengan daerah induk. Pemekaran daerah secara nyata mendorong pemerataan pelayanan kesehatan, terutama di bidang sarana fisik. Dari sisi ketersediaan tenaga kesehatan, daerah DOB masih berada di bawah daerah induk dengan kesenjangan yang relatif besar. Pada aspek infrastuktur, kualitas jalan di daerah induk masih lebih baik dibandingkan di daerah DOB. Selain itu kualitas jalan di daerah pemekaran lebih rendah daripada kualitas jalan di daerah kontrol dan rata-rata kabupaten. Hal ini menandakan, meski upaya pembangunan infrastruktur tetap dilakukan perkembangannya jauh lebih cepat di daerah bukan pemekaran. Kinerja aparatur secara keseluruhan menunjukkan fluktuasi di DOB dan daerah induk, meskipun dalam dua tahun terakhir posisi daerah induk masih lebih baik daripada daerah DOB. Jumlah aparatur cenderung meningkat selama lima tahun pemekaran. Kualitas aparatur di DOB masih sangat rendah, meskipun data menunjukkan adanya peningkatan persentase aparat dengan pendidikan minimal sarjana. Daerah DOB belum menunjukkan kinerja sesuai dengan yang diharapkan, karena pada masa transisi tidak ada desain penempatan aparatur yang benar-benar baik. Di samping itu, pembatasan jumlah aparatur yang formasinya ditentukan oleh pusat juga ikut menentukan ketersediaan aparatur. Masalah-masalah yang ditemui pada pengelolaan aparatur di antaranya: adanya ketidaksesuaian antara aparatur yang dibutuhkan dengan ketersediaan aparatur yang ada, kualitas aparatur yang rendah, aparatur daerah bekerja dalam kondisi underemployment, yakni bekerja di bawah standar waktu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Saran
Keputusan untuk memekarkan suatu daerah harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Sangat penting untuk mempersiapkan suatu daerah yang menginginkan pemekaran. Periode persiapan ini perlu disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Dalam periode masa persiapan yang bisa jadi mencapai 10 tahun, maka pemerintah pusat dan daerah induk dapat melakukan fasilitasi dan persiapan hal-hal berikut:
• pengangkatan dan pengalihan aparatur pemerintahan sesuai fungsi dan kapasitasnya,
• penyiapan infrastruktur perekonomian dan fasilitas pemerintahan, serta
• infrastruktur penunjang bagi aparatur pemerintah beserta keluarganya.
Setelah seluruh persiapan dan fasilitasi tersebut diberikan dalam waktu yang memadai, maka evaluasi selanjutnya akan menentukan apakah daerah tersebut memang akhirnya layak untuk dimekarkan atau tidak.
Selain persiapan dan pemberian fasilitasi, sumber daya yang adapun perlu diatur pembagiannya dengan seksama. Sumber daya tersebut meliputi:
• sumber daya alam,
• sumber daya manusia, dan
• infrastruktur penunjang lainnya.
Pembagian yang tidak merata atau memiliki kesenjangan yang terlalu besar akan berimplikasi pada tidak adanya perubahan yang signifikan, khususnya di daerah DOB. Oleh karena itu, peran pemerintah pusat dalam pembagian daerah pemekaran perlu dipertegas dalam perundangan yang berlaku. Pada aspek perekonomian daerah DOB, program-program pemerintah sebaiknya diarahkan pada upaya mendukung sektor utama yakni pertanian dalam arti luas, baik ketersediaan infrastuktur penunjang maupun tenaga-tenaga penyuluh di lapangan, dan lain sebagainya. Pengembangan sektor-sektor lainnya diarahkan pada upaya mendukung sektor utama sehingga percepatan di daerah pemekaran dapat terwujud.
Di sektor pendidikan, studi yang lebih mendalam diperlukan untuk melihat penurunan angka partisipasi sekolah di daerah baru.Secara nyata diperlukan adanya perubahan pola belanja aparatur dan pembangunan di kabupaten setempat, sehingga dalam jangka pendek akan tercipta permintaan barang dan jasa yang dapat mendukung terciptanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Pola belanja aparatur juga diarahkan secara langsung pada peningkatan pelayanan publik, baik secara fisik maupun non fisik. Sehingga dalam jangka panjang keuangan pemerintah sendiri akan meningkatkan pendapatan dan kemandirian fiskal. Soal aparatur pemerintah daerah, upaya-upaya harus lebih diarahkan pada peningkatan kualitas sesuai dengan kompetensi aparatur yang diperlukan oleh daerah, mulai dari tahap penerimaan hingga mutasi. Di samping itu, diperlukan adanya penataan aparatur pada daerah transisi. Untuk itu secara nasional perlu dibuat semacam grand design penataan aparatur, khususnya aparatur pada level pemerintah daerah. Dengan kata lain, diperlukan ketegasan dari Pemerintah Pusat dalam hal pemekaran suatu wilayah. Ketegasan juga diperlukan dalam hal evaluasi terhadap wilayah yang saat ini sudah memiliki status otonom. Hal ini tidak berarti re-sentralisasi, namun memang merupakan tugas Pemerintah Pusat untuk menjaga kualitas proses pembangunan, dan bukan hanya menyetujui keinginan daerah. Hal ini tidak saja mencerminkan pembangunan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, dan merupakan amanat dari RPJMN 2004-2009. Diperlukan suatu evaluasi mendalam yang dapat menempatkan suatu daerah pemekaran, baik DOB maupun induk, dalam kategori daerah pemekaran yang berhasil atau kurang berhasil. Peran dari evaluasi bisa lebih dari sekedar menggabung daerah. Evaluasi seyogyanya juga menyediakan pedoman bagi daerah untuk mendukung mereka mencapai tujuan pembangunan nasional dan pembangunan daerah.

Label: , ,

30 Komentar:

Pada 4 Juni 2010 pukul 10.00 , Anonymous Anonim mengatakan...

saya ingin bertanya apakah evaluasi ini dapat digunakan untuk mengevaluasi Program yang serupa dengan ini(replicable)???

 
Pada 4 Juni 2010 pukul 10.05 , Anonymous hari mengatakan...

saya ingn menambahkan saya lihat anda mengambil indikator kesenjangan wilayah menggunakan outcome pembangunan??jika iya alasan anda menggunakan indikator tersebut ap?

 
Pada 4 Juni 2010 pukul 21.51 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

kepada pananya pertama: ya, evaluasi ini bisa digunakan untuk mengevaluasi program yang serupa namun dalam pengevaluasinnya harus di evaluasi oleh orang yang benar-benar mengerti tentaang program tersebut agar hasil evaluasinnya sesuai dengan program tersebut...

 
Pada 4 Juni 2010 pukul 21.58 , Blogger rianditadita mengatakan...

indikator apa yang dipakai untuk meng evaluasi keberhasilan pemekaran wilayah?

 
Pada 4 Juni 2010 pukul 22.35 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

kepada saudara riandita: indikator yang digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan pemekaran wilayah seperti yang sudah dijelaskan pada tabel 2.1.
indikator ini didapat dari aspek yang akan dievaluasi.

 
Pada 4 Juni 2010 pukul 22.46 , Blogger selvi purnama mengatakan...

Saya hanya sedikit menambahkan = kebijakan pemekaran wilayah itu juga harus dikaji secara seksama bagaimana dampak negatif terhadap eksistensi komunitas. Jangan karena dilandasi "kepentingan yang menguntungkan", justru mengorbankan kehidupan masyarakat komunitas. Kalau sudah begitu, program pemekaran wilayah yang didengung-dengungkan pemerintah selama ini bukanlah sebuah anugerah yang bisa membawa kemajuan bagi masyarakat komunitas, melainkan justru menjadi petaka baru. Program ini patut untuk terus dikaji ulang, apakah benar-benar pemekaran wilayah untuk kesejahteraan rakyat atau justru program penyempitan wilayah untuk penghancuran kehidupan masyarakat komunitas

 
Pada 4 Juni 2010 pukul 23.22 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

kepada penanya kedua pemekaran wilayah memeng berhubungan erat dengn kesenjangan wilayah..saya mengambil output tidak hnya dari aotcome saja,,tetap dari output,input dab outcome,,
smg jwbn saya bisa diterima

kepada saudara selvi trimakasih atas masukan nya....

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 00.23 , Blogger Unknown mengatakan...

nambahin dikit ya dek..
pemekaran emang bisa diartikan maksud porsitif sama maksud negatif..heheh
any way anggap aja maksutnya positif ya...

untuk Indikator :
- Ekonomi : PDRB sudah pasti paling dipertanyakan pertumbuhannya.. tapi kok hasil evaluasi yang langsung dilihat pembagiannya, bukan pertumbuhannya dulu antara sebelum dan sesudah apa meningkat ato gak? soalnya kalo daerah potensi ekonomi tidak merata belum tentu dia gak pantes untuk mekar..tapi kalo ekonomi gak tumbuh dilihat dari PDRB berarti dia gagal untuk mekar.
- Kinerja keuangan daerah : lebih baik membandingkan pendapatan dan belanjaanya dulu saja.. indikatornya sudah bisa mengarahkan, tapi hasil evaluasi belum menunjukkan ke perbandingan tersebut.
- Pelayanan Publik : mungkin ini lebih ke prasarana (infrastruktur) dan sarana (fasilitas) secara kuantitas dan kualitasnya.. jadi lebih baik menunjukkan jumlah dan kondisi prasarana dan sarana tersebut. contoh : bukan dilihat dari jumlah siswa, tapi dilihat dari jumlah sekolah dan perangkat didalamnya yang bisa melayani standart jumlah penduduk.
hasil evaluasi untuk pelayanan publik seharusnya sudah tidak menyinggung lagi tentang dana..
- Aparatur : lebih baik ditegaskan pada pemerintah, pendidik dan kesehatan dalam lingkup jumlah/persentase dan kualitas..
jadi hasil evaluasi bisa menunjukkan ada gaknya pertambahan jumlah tenaga serta kualitasnya apa bisa lebih baik..

untuk kolom hasil evaluasi :
sebaiknya point hasil evaluasi di sesuaikan dengan point indikatornya.. biar lebih terarah.

untuk metode sampel :
apa tidak sebaiknya pemilihan sampel, ditujukan kepada daerah yang sudah melakukan pemerintahan selama satu periode jabatan kepala daerah.. misalnya daerah yang sudah mekar selama 5 tahun lalu.. biar secara tidak langsung bisa mengevaluasi kepala daerah pertamanya juga dengan indikator yang sama (hehe cuman usul kok)

Untuk pedalaman :
hehe Sebenarnya kalo FGD harus komunikasi semua perangkat/orang dari daerah sampel low dek... (bisa memanfaatkan teknologi)
kalo masih ranah tugas mungkin belum menjadi perhatian..
tapi kalo penelitian bisa dipertanyakan kebenaran berkomunikasi dari orang orang tersebut.. hehe
gitu dulu ya...
semoga bermanfaat

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 01.29 , Anonymous Anonim mengatakan...

selam era otonomi ini, daerah yang maju pasti ingin memekarkan wilayahnya contohnya saja surabaya-sidoarjo yang itu banyak sekali menimbulkan konflik, tapi kenapa kebijakan mengenai pemekaran wilayah kok juga masih ada toh itu juga sedikit manfaatnya?

by tom and jerry

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 01.34 , Anonymous Anonim mengatakan...

apakah kriteria evaluasi ini dapat digunakan pada kasus pemekaran wilayah di tempat lain?

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 01.49 , Blogger Unknown mengatakan...

Kalau ada orang yang berambisi menjadi seorang kepala daerah. Mungkin dia akan memprovokasi perpecahan sehingga terjadi pemecahan wilayah (pemekaran wilayah). Seperti yang terjadi di beberapa kecamatan di Indonesia termasuk wilayah asal saya(rahasia).

Dengan demikian teridentifikasi bahwa pemekaran wilayah tidak lepas dari unsur politik yang tentunya tidak bisa diukur secara kualitatif dan kuantitatif.

Bagaimana anda menyikapi hal ini??
trimaksih..

Saya tnggu blznnx..
Silahkn berkunjung ke blog saya..
http://visitsuramadu.wordpress.com

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 03.33 , Blogger Umi Lathifah mengatakan...

alat analisis apa yang anda gunakan sehingga anda dapat memberi kesimpulan tentang evaluasi program tersebut,,,dan apa alasan saudara???

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 03.46 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

kepada saudara ary...analisis yang saya lakuakan adalah analisi kuantitatif dan kualitatif..setelah menentukan indikator ditentukan tingkat atau besaranya sehingga dapat menjadi dasar dalam pengelompokan daerah sesuai dengan tabel no 2.1..Disini saya melakukan analisis kuantitatif dan dalam penentuan rekomendasi dan arahan dilakuakan analisis kualitatif

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 03.53 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

kepada sdra dediarta.. dalam menyikapi hal tersebut sudah dijelsakan diatas, suatu daerah dapat melakukan pemekaran daerah jika sudah memenuhi persyaratan berikut merupakan persyaatannya:
pengangkatan dan pengalihan aparatur pemerintahan sesuai fungsi dan kapasitasnya,
• penyiapan infrastruktur perekonomian dan fasilitas pemerintahan, serta
• infrastruktur penunjang bagi aparatur pemerintah beserta keluarganya.
Setelah seluruh persiapan dan fasilitasi tersebut diberikan dalam waktu yang memadai, maka evaluasi selanjutnya akan menentukan apakah daerah tersebut memang akhirnya layak untuk dimekarkan atau tidak.
Selain persiapan dan pemberian fasilitasi, sumber daya yang adapun perlu diatur pembagiannya dengan seksama. Sumber daya tersebut meliputi:
• sumber daya alam,
• sumber daya manusia, dan
• infrastruktur penunjang lainnya.

jika semua nya sudah terpenuhi mka daerah tersebut sudah layak mlekukan pemekaran daerah,jadi bukan semata karena adanya kepentingan prseorangan ataupun kepentingan kelompok tertentu saja...

dengan memperketat persayaratan trsebut diharapkan pemekaran daerah dapat dilakukan sesua dengn tujuan yang

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 06.03 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

kepada suadara umi...
alat analisi yang digunakan adalah MDs yang digunakan untu pengelompokan dan analisis kualitataif dalam penentuan kesimpulan dan rekomendasi/saran...
alasan saya memilih alat analisa ini adalah agar arahan atau hasil yang didapatkan lebih bisa detail...mengingat penentuan pola ini digunakan dengan mengumpulkan berdasarkan karakteristik wilayah berdasarkan indikator

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 06.12 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

kepada saudara ary...analisis yang dilakuakan adalah analisi kuantitatif dan kualitatif..setelah menentukan indikator ditentukan tingkat atau besaranya sehingga dapat menjadi dasar dalam pengelompokan daerah sesuai dengan tabel no 2.1..Disini saya melakukan analisis kuantitatif dan dalam penentuan rekomendasi dan arahan dilakuakan analisis kualitatif

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 07.09 , Anonymous Anonim mengatakan...

tulisannya bagus mbak..panjang juga ^^

ak boleh tanya ya..Apa sih yang menjadi faktor penyebab terjadinya pemekaran
wilayah di Indonesia ini? Dan bagaimana polanya?
Lalu, apakah perbedaan faktor dan pola pemekaran wilayah tersebut berpengaruh pada alat analisis evaluasinya?

terima kasih ^^

 
Pada 5 Juni 2010 pukul 09.06 , Anonymous sigit mengatakan...

tulisane ancen dowo opo karena tab e seng cilik yo??? -___-!

saya hanya mau ksh masukan, sebenarnya saat ini, prinsip "desentralisasi" apabila hanya dipandang sebagai pemberian kekuasaan dan kewenangan untuk mengurus daerah sendiri, sepertinya sangat kurang tepat,,, mengapa demikian?? saya coba ambil contoh seperti yg ada di sebagian besar daerah indonesia timur,,,

semenjak terjadinya desentralisasi pasca orde baru thn 1998, setiap daerah menyuarakan bahwa masing-masing berkeinginan mengurus rumah tangga daerah (RTD) sendiri,,
10 tahun lebih pasca diberikannya wewenang desentralisasi, hasilnya ternyata tidak semua daerah mengalami kemajuan / perkembangan positif,, seperti yg terjadi di papua, beberapa bagian daerah di sulawesi, dsb,,,

artinya apa? bahwa desentralisasi hanya dipandang sebagai pemberian wewenang dapat berarti dua hal, yaitu memberikan kesempatan berkembang, atau malah membunuh daerah tsb,,,

makna desentralisasi dalam konteks pemekaran daerah seharusnya juga tetap harus diikuti oleh fungsi kontrol oleh pemerintah pusat,, dengan demikian, daerah yg tidak dapat berkembang sendiri tetap dapat perhatian dari pemerintah pusat,,, fungsi kontrol ini diartikan sebagai koridor arah pertumbuhan dari masing-masing daerah,,

bagaimana fungsi kontrol yg tepat? saya memiliki pemikiran bahwa fungsi kontrol ini dapat dilakukan dengan melakukan sinkronisasi perencanaan dari Skala RTRWN hingga RDTR daerah,, dengan demikian, pertumbuhan masing-masing daerah tidak malah mematikan daerah disekitarnya, namun malah dapat memberikan multiplier effect positif bagi daerah-daerah lain disekitarnya ,,,

mohon bantuan bimbingannya bila ada pemikiran yg terlewatkan atau ada hal yg kurang dapat ditambahkan di abwah,, :D

 
Pada 6 Juni 2010 pukul 00.16 , Blogger meidyas mengatakan...

selamat siang,,
saya ingin bertanya tentang apa saja kelebihan dan kekurangan pemekaran daerah?
terimakasih atas jawabannya.

 
Pada 6 Juni 2010 pukul 00.59 , Blogger my name's putri mengatakan...

ingin bertanya.. kira2 dalam melakukan evaluasi seperti dalam kasus yang anda angkat, siapa yang lebih berhak dalam melakukan evaluasi tersebut? thanks before.. :)

 
Pada 6 Juni 2010 pukul 01.37 , Anonymous Anonim mengatakan...

menurut anda bgaimana ke-efektifan penerapan metode control-treatment yg anda gunakan??

 
Pada 6 Juni 2010 pukul 06.13 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

Kepada saudari nurida feranti berikut merupakan factor penyebab pemekaran daerah:
Sejak 1998, gerakan reformasi telah mendorong demokratisasi baik pada tingkat nasional maupun lokal. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie, ditetapkan peraturan tentang desentralisasi kekuasaan dari Pusat ke daerah yang ditandai oleh berlakunya UU No. 22 Tahun 1999. Sebagai konsekuensi pemberlakuan system otonomi daerah, dibentuk pula perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Namun karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan latar belakang keadaan demografis, geografis, infrastruktur, dan kemajuan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumberdaya (manusia dan alam) yang berbeda, maka salah satu konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya perbedaan kinerja pembangunan antar daerah. Perbedaan kinerja pembangunan antar daerah selanjutnya akan menyebabkan kesenjangan dalam kemajuan dan tingkat kesejahteraan antar daerah. Menurut Mardiasmo dalam Hermani (2007), otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin dapat meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah, yaitu: (1) Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah; (2) Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat; (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan Implikasi dari kewenangan otonomi daerah diantaranya menuntut daerah untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana publik (public service). Indikasi keberhasilan otonomi daerah adalah terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (social welfare), kehidupan demokrasi yang semakin maju, adanya rasa keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi secara vertical antara pusat dan daerah serta hubungan horizontal antar daerah. Pandangan itu sesungguhnya sejalan dengan arah kewenangan yang mencakup seluruh bidang dalam rangka otonomi daerah (Gozali dalam Pambudi, 2008).

Dari tuntutan terhadap otonomi daerah tersebutlah terjadi pemekaran daerah guna mempercepat pembangunan di daerah mengingat setiap daerah memiliki karanteristik, potensi dan permasalahan yang berbeda sehingga diperlukan penanganan berbeda.

 
Pada 6 Juni 2010 pukul 06.18 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

Yang kedua pola dari pemekaran daerah dijelaskan sebagai berikut :
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa daerah-daerah pemekaran yang menjadi cakupan wilayah studi, secara umum memang tidak berada dalam kondisi awal yang lebih baik dibandingkan daerah induk atau daerah kontrol. Namun setelah lima tahun dimekarkan, ternyata kondisi daerah otonom baru (DOB) juga secara umum masih tetap berada di bawah kondisi daerah induk dan daerah kontrol. Pertumbuhan ekonomi daerah otonom baru (DOB) lebih fluktuatif dibandingkan dengan daerah induk yang relatif stabil dan terus meningkat. Porsi perekonomian daerah DOB yang lebih kecil dibandingkan daerah lain dalam perekonomian satu wilayah (propinsi) mengindikasikan, bahwa secara relatif daerah DOB belum memiliki peran dalam pengembangan perekonomian regional. Lebih dari itu, indikator pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan bahwa daerah pemekaran (daerah baru dan daerah induk) memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari rata-rata daerah secara keseluruhan dan daerah kontrol. Dari sisi ekonomi, penyebab ketertinggalan daerah DOB dari daerah induk maupun daerah lainnya adalah keterbatasan sumber daya alam, juga keterbatasan sumber daya manusia (penduduk miskin cukup banyak), dan belum maksimalnya dukungan pemerintah dalam menggerakkan perekonomian melalui investasi publik.
Secara umum kinerja keuangan daerah otonom baru (DOB) lebih rendah dibandingkan daerah induk. Selama lima tahun kinerja keuangan DOB cenderung konstan, sementara kinerja keuangan daerah induk cenderung meningkat. Secara umum kinerja pelayanan publik di DOB masih di bawah daerah induk, walaupun kesenjangannya relatif kecil. Kinerja pelayanan publik di DOB plus daerah induk secara umum masih berada di bawah kinerja pelayanan publik di daerah kontrol maupun rata-rata kabupaten. Selama lima tahun terakhir, di semua kategori daerah terlihat kinerja pelayanan publik yang cenderung menurun. Pertumbuhan guru untuk pendidikan dasar di daerah DOB lebih tinggi dibandingkan daerah induk maupun daerah kontrol, meskipun masih lebih rendah dibandingkan rata-rata kabupaten. Di sisi lain, daya tampung sekolah mengalami kecenderungan menurun. Penurunan di DOB lebih cepat dibandingkan di daerah induk. Ketersediaan fasilitas kesehatan di daerah DOB dalam perkembangannya tidak jauh berbeda dengan daerah induk. Pemekaran daerah secara nyata mendorong pemerataan pelayanan kesehatan, terutama di bidang sarana fisik. Dari sisi ketersediaan tenaga kesehatan, daerah DOB masih berada di bawah daerah induk dengan kesenjangan yang relatif besar. Pada aspek infrastuktur, kualitas jalan di daerah induk masih lebih baik dibandingkan di daerah DOB. Selain itu kualitas jalan di daerah pemekaran lebih rendah daripada kualitas jalan di daerah kontrol dan rata-rata kabupaten. Kinerja aparatur secara keseluruhan menunjukkan fluktuasi di DOB dan daerah induk, meskipun dalam dua tahun terakhir posisi daerah induk masih lebih baik daripada daerah DOB.

 
Pada 6 Juni 2010 pukul 06.19 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

Yang ketiga perbedaan faktor dan pola pemekaran wilayah tersebut tidak berpengaruh pada alat analisis evaluasinyakarena Faktor tidak menyebabkan perubahan pada Pola,mungkin yang anda maksud adalah indicator.

 
Pada 6 Juni 2010 pukul 06.25 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

untuk saudara medyas

Kelebihan pemekaran wilayah akhir-akhir ini antara lain, pemerintah daerah dapat menggali potensi wilayahnya dengan maksimal. Daerah-daerah yang selama ini belum tersentuh pembangunan, akan mendapat prioritas. Selain itu, sumber daya manusia di daerah yang dimekarkan dapat digunakan secara optimal. di samping itu, tugas pemerintah pusat menjadi terbantu dan pemerataan pembangunan dapat segera terealisasi.
Kelemahannya : Jika pemekaran tidak disertai pertimbangan yang matang akan berdampak : lahirnya raja kecil-raja kecil yang hanya mencari keuntungan sendiri, ketidaksiapan masyarakat yang daerahnya dimekarkan akan mengundang permasalahan seperti : nilai pajak bumi dan sebagainya yang harus disesuaikan dengan status daerah yang baru. Selain itu, dikhawatirkan semangat nasionalisme semakin terkikis dan potensi ke arah disintegasi akan semakin bersar. Di samping itu kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah pusat akan semakin berkurang

 
Pada 6 Juni 2010 pukul 06.28 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

berikut jawaban lain untuk saudari medyas
Pemekaran wilayah merupakan implikasi berlakunya paket UU otonomi tahun 1999 lalu yang telah berubah menjadi UU no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP no38 tahun 2007 tentang Pembagian kewenangan pusat dan daerah. Otonomi merupakan pilihan terbaik dari pada menjadi federasi. Menjadi Negara Federal merupakan konsep yang ditawarkan Bung Hatta dalam rapat BPUPKI Agustus 1945.

Kelebihan dari konsep pemekaran wilayah memang dimaksudkan menyederhanakan dan memperpendek jalur birokrasi, kewenangan pengelolaan SDA langsung oleh daerah, investasi bisa langsung ke daerah, fungsi pelayanan masyarakat oleh pemerintah lebih maksimal.

Namun, kelemahan dari pemekaran; Bupati dan kepala kepala dinas menjadi dinasti tingkat kabupaten, pemahaman akan otonomi masih dangkal sehingga cendrung menelikung dari propinsi--> contohnya dalam konteks penataan ruang, Kabupaten langsung berkoordinasi ke Jakarta, tidak ke Propinsi dulu untuk menyesuaikan rencana tata ruang kabupatennya dengan rencana tata ruang propinsi, meski sudah melalui proses konsultasi denga propinsi, itu hanya untuk formalitas.
kelemahan lainnya, banyaknya peraturan daerah di tingkat kabupaten dan propinsi yang dieliminasi oleh Depdagri, tanpa memperhitungkan biaya yang dikeluarkan untuk membuat Perda tersebut, di satu sisi Daerah punya kewenangan membuat Peraturan perundangan yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan daerahnya namun bisa di delete oleh Pusat jika bertentangan dengan peraturan diatasnya.
Hampir semua daerah baru hasil pemekaran di Indonesia berlomba-lomba memasukan investasi ke daerahnya tanpa mempertimbangkan kerusakan sumberdaya alam terutama hutan.
Anggaran untuk membangun kabupaten dan propinsi baru cukup, yang bikin tidak cukup adalah kebocoran-kebocoran ditingkat penyaluran dana dengan alasan 'uang administrasi' yang ada di semua tingkat jabatan .

 
Pada 6 Juni 2010 pukul 06.32 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

untuk saudari putri yang berkopeten dalam melakukan evaluasi adalah pemerintah pusat berserta daerah mengingat dampak yang akan ditimbulkan merupakan tanggung jawab dari pemerintah pusat dan daerah......

 
Pada 6 Juni 2010 pukul 06.40 , Blogger Annisaa Hamidah Imaduddina mengatakan...

untuk saudari indri dan putri

@putri: dalam pengevaluasian pemekaran daerah yang berkopeten adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengingat kedua level birokrasi ini harus selaras guna mencapai hasil dan tujuan dari pemekaran daerah yang sesuai

@indri: efektifitas dari control treament ini sangat berpengaruh pada penentuan indikatornya..semakin mencerminkan kondisi yang ada dan indikator tersebut dapat menjadi tolak ukur dari masalah yang di kaji semakin tinggi tingkat efektifitasnya.

oleh karena itu diperlukan penelitian dalam pengambilan keputusan dan penentuan indikator yang digunakan.

trimakasih atas partisipasi saudara

 
Pada 11 Juni 2010 pukul 21.30 , Anonymous Anonim mengatakan...

keep up the good work girl ^_^

Mungkin untuk indikator bisa dispesifikan lagi, karena karakteristik dan potensi tiap wilayah berbda...
^_^

Dari: Tika_Plano UB

 
Pada 9 Januari 2011 pukul 05.07 , Anonymous Anonim mengatakan...

saya cuma mau menyarankan masukkan sumber apabila anda ngepost dari artikel atau hasil studi evaluasi spt ini.. itu akan sangat membantu orang2 yg ingin mencari data..trims

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda